pagi itu aku sedang berdiri di pinggiran jalan menunggu bis menuju bandung, di suatu kota kecil daerah pesisir utara, berbagai poster dan baligo besar menghiasi kota itu, ada pemilihan calon bupati bulan depan kata seorang warga.
karena tidak peduli, maka saya langsung naik bis menuju bandung, perjalanan ke bandung menghabiskan waktu hampir 4 jam. di sebelah saya duduk seorang pegawai negeri sipil yang bekerja di kota tersebut, pada setiap akhir pekan dia harus pulang ke bandung, karena keluarganya memang tinggal di bandung.
obrolan kemudian berlanjut pada pesta demokrasi yang akan berlangsung di kota tersebut, PNS tersebut memperkenalkan beberapa calon di kotanya, dan hampir semuanya dia banggakan. namun dari banyak calon tersebut, ada salah satu yang dia kurang sukai, untuk menyamarkan, saya panggil saja dia dengan "xxx", salah satu tokoh organisasi masyarakat berbau nasionalis. bagi sebagian warga dia dikenal sebagai sosok baik yang pemurah, namun bagi sebagian warga, dia juga dikenal sebagai preman dan tukang mabok.
"xxx itu dikenal sebagai pemborong, tapi dia dapet borongan bukan dari dinas, tapi dari bupati, bupati ngasih tugas borongan semua ke dia, bukan ke dinas, jad para pemborong itu kalo mau dapet tender, jadi ngedeketin xxx, bukan ke dinas.." itu ujarnya, dengan nada yang sedikit emosi.
"saya kerja di dinas PU, beberapa waktu lalu sumbangan perbaikan jalan di beberapa kecamatan dari pemerintah itu, dia putar alihkan "sang pemberi"nya, jad orang2 kecamatan itu yang tau yang bikin jalan itu adalah xxx, bukannya pemerintah, malahan, pernah xxx itu ngebentak kepala dinas kami karena terlambat mengurus dokumen dan mengancam akan MEMECATNYA (HEH?!)" tambahnya lagi.
kemudian dia juga menambahkan, masa xxx itu sangat banyak, karena organisasi masyarakat yang dipimpinnya sudah memiliki banyak anggota dan simpatisan. yang menjadi pikiran dia, apa jadinya kalo xxx itu jadi bupati.
jadi bukan rahasia umum lagi di kota itu xxx memiliki kekuatan besar, hingga aparat kepolisian pun tidak berani menangkapnya, karena mungkin tidak ada laporan, atau mungkin karena memang tidak ada yang berani melapor. kedudukan dia sudah setara dengan bupati.
beberapa sumber menurut PNS itu, xxx dekat sekali dengan bupati, jadi bahkan setiap mutasi pekerjaan xxx harus melalui xxx dulu.
tanpa terasa, perbincangan hampir 3,5 jam. bis sudah sampai jatinangor, saya harus turun dan melanjutkan naik bus lain menuju rumah.
di perjalanan pulang ke rumah, saya berpikir, betapa "hebatnya" negara kita..
jika memang ini semua benar, semoga Allah memberikan hidayah dan petunjuk baginya untuk kembali ke jalan yang benar.. amin..
.
No comments:
Post a Comment