namanya diana, dia kawan kuliahku dulu selama satu tahun, dia tidak meneruskan kuliah di kampus kami karena ayahnya menyuruh diana pindah ke malaysia, masuklah diana di salah satu kampus australia cabang kuala lumpur hingga dia mendapat gelar master, disana dia konsentrasi menekuni bidang ekonomi, spesialisasinya kebijakan pemerintah bidang moneter.
aku bertemu dengannya di bandara changi singapura pada awal bulan puasa kemarin, saat akan beranjak menuju MRT terlihatlah dekat pintu keluar, diana yang menggunakan pakaian ala eksekutif muda, aku sempat pangling dan sedikit sungkan untuk menyapanya, namun akhirnya kupanggil dan dia menoleh, mungkin dia ingat suara seseorang yang dulu suka menemaninya merokok di sungai dekat kampus kami.
"hei, apa kabar? rek naon kadieu? liburan? kamana wae? kumaha barudak? maneh tara katingali ningan di forum alumni, sibuk banget ya?" bertubi tubi diana bertanya seperti itu padaku, hingga tak sempat aku menjawabnya satu per satu, dan ternyata satu hal yang kupastikan bahwa logat sunda diana tidak hilang.
diana datang ke singapura untuk mengikuti meeting besar perusahaan tempat dia bekerja, diana perwakilan dari cabang malaysia. saat bertanya tempat dimana ku menginap, aku hanya katakan bahwa aku menginap di salah satu hostel di daerah bugis atau mungkin ada kemungkinan pindah ke hostel lainnya untuk beberapa hari kedepan tergantung mood. aku tanya diana menginap dimana, ternyata dia menginap di salah satu hotel di kawasan orchard, kantor nya membiayainya untuk menginap disana. sewa kamarku hanya kisaran 150 ribu per malam sedangkan diana hampir 4 juta permalam, kami berdua tertawa membandingkan hal itu.
singkat cerita kami bertukar nomer hp dan email, kami tak sempat ngobrol banyak karena diana dijemput di depan oleh driver dari kantornya.
hari ketiga kami baru bisa ketemu, kami memutuskan ngobrol di salah satu coffeeshop di kawasan bugis, saat itu hari sudah sore pukul 5, aku memang tidak puasa hari itu karena seharian ini mencari penginapan baru dengan berjalan kaki, diana muncul dengan muka kusam. dia menceritakan sampai saat ini dia belum menikah, dia sulit mendapatkan sosok calon suami yang mengerti akan kehidupannya sebagai seorang finansial advisor yang membutuhkan waktu sangat banyak diluar rumah ketimbang di dalam rumah. malahan tadi malam, seorang direktur singapura menawarkannya untuk pindah ke singapura, diana menolak, dia merasa belum siap pindah ke kantor utama, beban kerja nya dia nilai pasti akan jauh lebih berat.
kami berbincang hingga kurang lebih 3 jam, diana bercerita semua keluh kesahnya hingga saat saat bahagia selama bekerja dan tinggal di malaysia, orang orang sekitar banyak yang memperhatikan karena kami berbicara dengan bahasa sunda dan kadang tertawa sangat keras, kami merasa ini di bandung.
malamnya kami putuskan pindah ke sebuah lounge di dekat orchard, tanpa terasa kami disana hingga pukul 12 malam. akhirnya kami berpisah dan kembali ke hotel masing masing, selama perjalanan pulang aku berpikir banyak sebenarnya apa yang dicari diana? dia sudah memiliki segalanya, rumah bagus, hidup enak, karir sempurna dengan gaji sangat besar. seorang kawan di bandung pernah bilang, kadar sukses manusia memang tidak pernah bisa diukur walaupun dengan materi, tapi tidak buatku, kesuksesan selalu bisa diukur, yaitu dengan kebahagiaan..
aku bertemu dengannya di bandara changi singapura pada awal bulan puasa kemarin, saat akan beranjak menuju MRT terlihatlah dekat pintu keluar, diana yang menggunakan pakaian ala eksekutif muda, aku sempat pangling dan sedikit sungkan untuk menyapanya, namun akhirnya kupanggil dan dia menoleh, mungkin dia ingat suara seseorang yang dulu suka menemaninya merokok di sungai dekat kampus kami.
"hei, apa kabar? rek naon kadieu? liburan? kamana wae? kumaha barudak? maneh tara katingali ningan di forum alumni, sibuk banget ya?" bertubi tubi diana bertanya seperti itu padaku, hingga tak sempat aku menjawabnya satu per satu, dan ternyata satu hal yang kupastikan bahwa logat sunda diana tidak hilang.
diana datang ke singapura untuk mengikuti meeting besar perusahaan tempat dia bekerja, diana perwakilan dari cabang malaysia. saat bertanya tempat dimana ku menginap, aku hanya katakan bahwa aku menginap di salah satu hostel di daerah bugis atau mungkin ada kemungkinan pindah ke hostel lainnya untuk beberapa hari kedepan tergantung mood. aku tanya diana menginap dimana, ternyata dia menginap di salah satu hotel di kawasan orchard, kantor nya membiayainya untuk menginap disana. sewa kamarku hanya kisaran 150 ribu per malam sedangkan diana hampir 4 juta permalam, kami berdua tertawa membandingkan hal itu.
singkat cerita kami bertukar nomer hp dan email, kami tak sempat ngobrol banyak karena diana dijemput di depan oleh driver dari kantornya.
hari ketiga kami baru bisa ketemu, kami memutuskan ngobrol di salah satu coffeeshop di kawasan bugis, saat itu hari sudah sore pukul 5, aku memang tidak puasa hari itu karena seharian ini mencari penginapan baru dengan berjalan kaki, diana muncul dengan muka kusam. dia menceritakan sampai saat ini dia belum menikah, dia sulit mendapatkan sosok calon suami yang mengerti akan kehidupannya sebagai seorang finansial advisor yang membutuhkan waktu sangat banyak diluar rumah ketimbang di dalam rumah. malahan tadi malam, seorang direktur singapura menawarkannya untuk pindah ke singapura, diana menolak, dia merasa belum siap pindah ke kantor utama, beban kerja nya dia nilai pasti akan jauh lebih berat.
kami berbincang hingga kurang lebih 3 jam, diana bercerita semua keluh kesahnya hingga saat saat bahagia selama bekerja dan tinggal di malaysia, orang orang sekitar banyak yang memperhatikan karena kami berbicara dengan bahasa sunda dan kadang tertawa sangat keras, kami merasa ini di bandung.
malamnya kami putuskan pindah ke sebuah lounge di dekat orchard, tanpa terasa kami disana hingga pukul 12 malam. akhirnya kami berpisah dan kembali ke hotel masing masing, selama perjalanan pulang aku berpikir banyak sebenarnya apa yang dicari diana? dia sudah memiliki segalanya, rumah bagus, hidup enak, karir sempurna dengan gaji sangat besar. seorang kawan di bandung pernah bilang, kadar sukses manusia memang tidak pernah bisa diukur walaupun dengan materi, tapi tidak buatku, kesuksesan selalu bisa diukur, yaitu dengan kebahagiaan..
1 comment:
Good point.semua akan terlihat semu,saat mereka tidak menikmati apa yang mereka miliki.
Post a Comment